Sejahtera Sebagai Simbol Merdeka

M. Khoirul Muanam Kader Desa Cerdas

MATABLITAR.COM- Khalayak umum sudah tentu tak asing lagi dengan kosa kata sejahtera, bahkan bisa saja ungkapan sejahtera tersebut tertanam dalam otak bawah sadar masyarakat Indonesia yang kemudian tumbuh sebagai mimpi, dan berkembang menjadi sebuah harapan dimana saat ini ditunggu buahnya yang menjanjikan rasa manisnya sebuah kemerdekaan.

Dalam Wikipedia diterangkan bahwa secara umum sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai. Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial. Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera.

Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.

Baca Juga : PAIJO DAN COVID-19

Kepastian tentang jaminan kesejahteraan di Indonesia sudah diatur sedemikian rupa dalam peraturan perundang-undangan guna memberikan perlindungan penuh terhadap masyarakat dalam memperoleh haknya untuk hidup secara layak dan sejahtera. lebih detailnya bisa dibaca seksama Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 yang berbunyi ; “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Hal itu menegaskan bahwa secara konstitusional pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan.

Jaminan terhadap kesejahteraan keluarga, juga diatur dalam pasal 5 Undang-undang No. 10 tahun 1992 yang menegaskan bahwa setiap penduduk mempunyai hak yang sama dalam upaya perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.

Jika mengucap kata sejahtera tentu terlintas dipikiran tentang kehidupan gelandangan dan pengemis yang angkanya pernah disebutkan oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita saat diwawancari sebuah media. Waktu itu mengatakan bahwa menurut perkiraan pada tahu 2019 masih ada sekitar 77.500 gelandangan dan pengemis yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

Populasi gelandangan dan pengemis dengan angka yang tidak sedikit tersebut, tentu harus menjadi PR tersendiri bagi pemerintah pada waktu itu, dan juga menjadi fokus kementrian saat ini yang juga dibumbuhi oleh wabah pandemi dengan segala dampaknya terhadapap keberlangsungan hidup masyarakat secara umum tidak hanya pada gelandangan dan pengemis saja.

Dimasa pandemi rasanya kesejahteraan jauh dari harapan lagi, bisa jadi bukan hanya gelandangan dan pengemis yang merasakan kesulitan dalam ekonomi namun juga tak sedikit keluarga yang bercerai dimusim pademi sebab labilnya ekonomi. Hal ini disebabkan banyak pekerja yang di PHK secara mendadak dan tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.

Pandemi semakin mendesak kesejahteraan menjadi mimpi jika tidak segera teratasi dengan kesepahaman, dan kerjasama “Gotong Royong” saling mendukung serta membangun kesadaran bersama bahwa pandemi pasti bisa dihadapi, jika semua elemen bersinergi saling mengisi sehingga bisa membakitkan ekonomi lagi.

Baca Juga : Tindak Lanjuti Kerjasama PPKH dan HIPKI Blitar, Pendamping PKH Jaring Peserta Kursus Gratis

Kemerdekaan Indonesi tingal menghitung hari untuk diperingati pada abad ke-21 ini, tentu menjadi harapan semua untuk benar-benar bisa hidup sejahtera dan merdeka dari jajahan Covid-19 yang semakin menjadi setiap hari. Sudah cukup banyak yang merasakan kesedihan ditinggal kerabat, sahabat, bahkan orang-orang terdekat.

Semestinya kondisi pandemi bisa mendorong pemerintah lebih sepenuh hati dalam mewujudkan kesejahteraan yang sudah menjadi hak warga NKRI sebagaimana tersirat dalam kontitusi. Sehingga bisa mewujudkan kesejahteraan yang hakiki bukan sekedar janji dalam mimpi.

Pemerintah Indonesia sejatinya sudah melakukan sesuatu sejak tahun 2007 sampai saat ini dengan meluncurkan Program Keluarga Harapan yang sering dikenal dengan PKH, program ini merupakan salah satu wujud kepedulian permintah dalam upanya mensejahterakan rakyatnya. Belum lagi bantuan-bantuan lain yang juga bisa dinikmati, walaupun tak jarang bisa terjadi mis komunikasi sehingga bantuan tidak tersampaikan kepada yang membutuhkan. Hal ini tentu bisa disaksikan bersama saat Mensos Risma (Menteri Sosial Tri Rismaharani) yang menemukan dugaan penyalahgunaan bansos beberapa waktu lalu.

Dalam mewujudkan kesejahteraan dimusim pandemi memerlukan komunikasi dari segala lini terutama penggerak ekonomi, karena sejahtera tidak dapat dipisahkan dari ekonomi, hal ini sudah tertanam diotak bahwa jika status ekonomi sudah mapan maka bisa disebut sejahtera. Begipun sebaliknya, jika kondisi ekonomi sesorang labil bahkan kekurangan dalam mencukupi kebutuhan, maka seseorang itu berarti belum sejahtera dan jauh dari kenikmatan sebuah arti kemerdekaan.

Penulis ; M. Khoirul Muanam SH.MH
(Aktivis ISNU Kab. Blitar)

Pos terkait