MATABLITAR.COM- Indonesia darurat traficking, BUMINU sarbumusi desak pemerintah beri perhatian yang lebih serius terhadap keadaan ini. Hal ini disampaikan Ketua DPP Bidang Advokasi Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi Abdul Rahim Sitorus, 6 Februari 2023.
Sejak diberlakukannya Moratorium melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 260 Tahun 2015 untuk menghentikan sementara penempatan PMI (Pekerja Migran Indonesia) sektor informal, tidak membuat kehilangan akal bagi para pelaku bisnis penempatan, berbagai cara meraka lakukan dengan skema yang berbeda-beda seperti menggunakan Visa Ziarah bahkan Visa Cleaning service One Channel untuk mengelabui masyarakat namun tetap pada akhirnya dipekerjakan sebagai PRT (Pekerja Rumah Tangga).
Kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan membuat animo masyarakat untuk bekerja ke luar negeri semakin besar dengan harapan bisa bertahan hidup serta ingin meningkatkan perekonomian keluarga.
Ketika ada iming-iming mendapat uang fee dan janji manis para calo/sponsor dengan proses yang mudah untuk bekerja ke luar negeri khususnya Timur Tengan membut masyarakat antusias walaupun mereka tau resikonya sangat berat sekalipun.
Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-BUMINU SARBUMUSI) sendiri telah banyak menerima aduan kasus PMI yang diberangkatkan secara Non Prosedural tersebut namun kasus tersebut terus berulang dan berulang seolah tidak ada itikad baik dari pemerintah untuk mencegahnya.
Ketua DPP Bidang Advokasi Federasi Buruh Migran Nusantara Sarbumusi Abdul Rahim Sitorus kepada media mengatakan bahwa bisnis penempatan PMI ke timur tengah ini sulit diberantas karena melibatkan korporasi mafia berduit besar termasuk adanya keterlibatan oknum di berbagai lembaga pemerintah.
Walaupun pemerintah melalui Kemenaker maupun BP2MI berkali-kali melakukan Sidak namun tidak membuat pelaku jera seperta ada yang melindungi nya bahkan berbagai cara ia lakukan untuk memuluskan aksinya dalam meraup keuntungan bisnis kotornya.
Dibukanya SPSK (Sistem Penempatan Satu Kanal) ke Arab Saudi tahun ini yang diharapkan menjadi Solusi justru sepi peminat, kehadiran SPSK menjadi musuh bagi para pelaku, bahkan tidak mau kehilangan pasar mafia ini justru makin memasifkan peran calo sponsor ke hingga ke kampung-kampung bahkan tidak segan menambah iming-iming uang fee yang lebih besar, sehingga ketidaktahuan masyarakat akan lebih mudah dan tertarik kepada tawaran seperti ini.
Hal ini akan lebih berbahaya terutama perlindungan terhadap PMI perempuan yang dianggap sangat rentan terjadinya eksploitasi seperti pelecehan seksual, kekerasan fisik, pemerkosaan dan Perdagangan manusia karena majikan menganggap telah membelinya dengan harga yang tinggi, sementara untuk melindungi kasus hukum pmi sangat lemah karena tidak adanya Perjanjian kerja dan jaminan sosial.
BUMINU Sarbumusi mendorong pemerintah melalui Direktorat Pembinaan dan pengawasan Direktorat Perlindungan baik yang ada Kementerian Ketenagakerjaan, maupun Satgas yang ada di BP2MI, serta Pemerintah Daerah termasuk pemerintah Desa agar lebih serius dalam melaksanakan dan Implemetasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk terus melakukan perlindungan dengan memberikan sosialisasi yang lebih masif.
Kedua BUMINU Sarbumusi juga meminta Pemerintah lebih tegas dalam memberikan sangsi hukum kepada para pelaku dengan proses yang terbuka dan transparan sehingga masyarakat pegiat dan peduli Buru Migran ikut serta melakukan pemantauan dengan begitu diharapkan berdampak serta memberikan efek jera bagi para pelaku setidaknya dapat meminimalisir terjadinya Pemempatan Non prosedural yang mengarah pada tidak pidana perdagangan Orang.
Indonesia Darurat Traficking, BUMINU Sarbumusi Desak Pemerintah Penanganan Yang Lebih Serius Sejak diberlakukannya Moratorium melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI No. 260 Tahun 2015 untuk menghentikan sementara penempatan PMI (Pekerja Migran Indonesia) sektor informal, tidak membuat kehilangan akal bagi para pelaku bisnis penempatan, berbagai cara meraka lakukan dengan skema yang berbeda-beda seperti menggunakan Visa Ziarah bahkan Visa Cleaning service One Channel untuk mengelabui masyarakat namun tetap pada akhirnya dipekerjakan sebagai PRT (Pekerja Rumah Tangga).
Kemiskinan dan sempitnya lapangan pekerjaan membuat animo masyarakat untuk bekerja ke luar negeri semakin besar dengan harapan bisa bertahan hidup serta ingin meningkatkan perekonomian keluarga.
Ketika ada iming-iming mendapat uang fee dan janji manis para calo/sponsor dengan proses yang mudah untuk bekerja ke luar negeri khususnya Timur Tengan membut masyarakat antusias walaupun mereka tau resikonya sangat berat sekalipun.
Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-BUMINU SARBUMUSI) sendiri telah banyak menerima aduan kasus PMI yang diberangkatkan secara Non Prosedural tersebut namun kasus tersebut terus berulang dan berulang seolah tidak ada itikad baik dari pemerintah untuk mencegahnya.***